Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2015

Seribu Rupiah Sangat Berharga Demi Suatu Cita-Cita Pendidikan

Tahun 2009, merupakan kisah yang tidak pernah saya lupa dalam perjalanan saya menempuh pendidikan di jazirah tanah perantauan kota daeng, Makassar, Sulawesi selatan. Tahun yang saya diingatkan dengan bertahan hidup dengan uang Rp1000 rupiah dalam sebulan.  Hanya air mata, yang bercucuran di mata saya, setiap kali saya mengingat krisis ekonomi yang pernah melanda saya tersebut. itu bukan karena kesengajaan, tapi faktor ekonomi keluarga kami yang tidak seberuntung orang-orang lain. Bagi saya itu, adalah takdir saya. Namun bukan berarti, takdir terlahir dari orang tua yang tidak mampu, membuat saya patah semangat untuk sebuah cita-cita saya, belajar dan mengenyam pendidikan tinggi seperti juga anak-anak lainnya. Sehingga demi suatu cita-cita, saya membudakkan diri saya, dengan jalan apapun untuk tetap bisa sekolah, tanpa logika, yang akan menghanyutkan saya jika harus berjibaku dengan kondisi orang tua.  Sebab saya percaya bahwa Tuhan tidak pernah berlogika d

Dialek Orang Timur Juga "Bahasa Indonesia"

Unity in diversity itulah indonesia.  Tulisan ini, tidak dimaksudkan sebagai bentuk rasisme kedaerahan. Tapi ingin meluruskan konsep nasionalisme kaum intelektual dalam bernusantara, yang pada intinya kita akan diperhubungkan dengan sebuah alat komunikasi yang disebut bahasa. Untuk bersama-sama membangun masa depan INDONESIA. Setiap daerah di nusantara, memiliki ciri khas dialek, yang telah melekat sejak lahir. Dan dialek ini, sangat sulit untuk dirubah, dan sejatinya dialek menjadi khasanah kekayaan warisan nenek moyang yang perlu kita jaga eksistensinya secara bersama-sama.  Namun seiring dengan perkembangan zaman, Akibat dominansi media TV yang berpusat di jazirah Tanah Nusa (Jawa), sudah banyak generasi muda yang kehilangan wawasan kebangsaannya. Akibatnya kaum ini  cenderung mendiskriminasi dialek bahasa suatu kelompok yang bahasanya dianggap berbeda dari bahasanya, sehingga tak jarang dialek bahasa kelompok lain hanya dijadikan perolok-olokan. Bukankah ini suatu di

Mengejar Mimpi, Dan Mengubah Takdir Hingga Ke Negeri Sakura.

Mengejar, tidak sama halnya dengan berlari. Mengejar berarti “ada” yang di kejar. Ada sesuatu yang membuat kita ingin berkejar-kejaran. Sejatinya, untuk mendapati apa yang dikejar maka pengejar harus lebih kuat spiritnya, kuat fisiknya, tabah hatinya, dan sabar mendapati apa yang dikejar. Kalau kita sebagai pengejar mudah putus asa lalu berhenti, maka mimpi yang terus berlari akan semakin jauh meninggalkan kita. Tapi jika anda terus bersabar berlari, mengejar mimpi anda, konsisten dalam segala ujian, dimana terkadang jalan yang anda lalui penuh duri, yakinlah dimana ada waktunya Allah SWT akan menguatkan anda, dan mimpi yang berlari akan ditundukkan oleh-Nya untuk anda. Karena anda berhak mendapatkannya. Apalah lagi, anda sudah jauh berlari meninggalkan orang-orang yang punya keinginan yang sama. Itulah saat dimana anda telah memaksimalkan segala kemampuan, dan melewati ujian-ujian-Nya dengan cara anda sendiri. Dan dikala itu, andalah sendiri yang akan merasakan manisnya, dan melu

Pikiran Kita Sangat Menetukan Masa Depan

Ada banyak hal dalam hidup ini, dimana kita sangat merendahkan diri kita. Motor berkecepatan 5000 Km/jam, tapi disetir hanya dengan kecepatan 1000 km/jam. Bukankah ini penghinaan atas potensi atau kapabilitas diri sendiri. Melemahkan kekuatan diri sendiri. Lalu menghina diri sendiri kalau otak kita dungu, bodoh tidak seberuntung mereka yang berkecepatan tinggi dalam menerima pelajaran, mendapatkan apa yang mereka mau. dll Hidup ini, seperti balapan motor. Semua orang diberi kesempatan yang sama, kapasitas motor yang sama, hanaya kesempatan awal yang perlu dimanfaatkan. karena kita diberi kebebasan menjalani hidup sesuai dengan versi kita masing-masing.  Kita sering tidak menyadari, kalau cara pandang kita, sangat menentukan masa depan kita. Cara pandang kita akan menentukan kualitas hidup kita. karena itu, optimisme yang tinggi dibarengi kerja keras, maka sejatinya apapun yang kita hendaki akan dimudahkan oleh-Nya dan menjadi kenyataan. Coba belajar dari

Menikmati Keindahan Sungai Hirosegawa, Jepang.

Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam menikmati dan memaknai hidup. Karrena itu, setiap individu memiliki dimensi cara pandang yang berbeda.  Perbedaan adalah suatu hal yang pasti, Dan dengan perbedaan itu membuat kita berwarna dan lebih indah. Teori dasar ilmu ekologi mengatakan: "semakin banyak perbedaan dalam suatu ekosistem, makan semakin baik kondisi lingkungannya. Dan semakin baik lingkungannya, maka hubungan interaksi antar populasi atau individu akan semakin baik." Namun manakala satu populasi lebih dominan dari populasi lainnya, maka kondisi lingkungan tersebut mengindikasikan ketidak seimbangan atau kondisi lingkungan yang tidak baik". So, Hidup dalam dimensi cara pandang yang berbeda itu, indah. Keindahan adalah seni hidup. Semua orang menikmati suatu keindahan dengan versi masing masing. Ada yang merasakan hidup bahagia kalau berdiam didalam kamar, ada juga yang senang kalau berbelanja di Mall, atau bahkan ada yang senang kalau,.....men

Awal Jatuh Cinta Sama Tempe

Tempe memiliki cerita tersendiri dalam memori, dan bab perjalanan hidupku. Setiap kali makan tempe, yang terbayang adalah kota tempat pertama kali saya makan tempe dan satu sahabat sejati saya. Saya pertama kali makan tempe, sepanjang alur drama kehidupan saya adalah ketika saya kuliah di Kota Makassar, Tempe merupakan makanan yang cukup ekonomis bagi mahasiswa. Selain murah juga enak. Saya termasuk penggemar tempe. tiada hari tanpa tempe sewaktu kuliah di Kota Daeng. Cerita tentang tempe. Sebagai perantau di negeri orang, tentu ada banyak hal yang baru, yang kita temui. Bukan hanya orang-orangnya yang baru, sahabat yang baru, keluarga yang baru, teman yang baru. Tapi, makanannya juga sudah pasti berbeda disetiap daerah. Saya pun tak mau melewatkan setiap sensai masakan di kota atau daerah yang pernah saya kunjungi di Nusantara. Begitupun dengan tempe yang punya cerita tersendiri. Lagi...Lagi Tempe dan Tempe....! Yup..! Tempe, Tempe yang pada mulanya saya anggap adalah

Kebiasaanku Bangun Subuh, Mengubah Segalanya.

Setelah dewasa, saya sudah lupa sejak kapan saya belajar bangun subuh. Bangun pukul 03.00 a.m. merupakan tradisi orang-orang di rumahku sendiri. Ibuku biasanya bangun subuh untuk memasak, Ayahku bangun subuh, untuk menyiapkan perkakas ke kebun, mengasah parang, menyiapkan keranjang dan lain-lain. Sementara saya bangun subuh, hanya untuk menonton TV. Kalau ketiduran biasanya Ibuku membangunkan saya. “Nane….Bangun, film setan-setan sudah main” kata ibuku. Saya pun langsung bangun tanpa basa basi cuci muka dll dan langsung menghidupakn TV tabung tahun 1990-an di ruangan belakang rumah. Maklum Nane-kecil adalah seonngok pribadi yang suka menonton film horor atau setan-setan. Makanya jangan heran kalau mukanya juga menakutkan. Whahahah!! #krik...krik... bercanda! Saya merasa tidak sadar, kalau kebiasaan orang tua, melekat hingga saya dewasa. Keindahan bangun subuh adalah ketika mendengarkan alunan ayam berkokok yang sahut menyahut, dari seluruh penjuru arah, barat, timur selatan dan ba