Skip to main content

Seribu Rupiah Sangat Berharga Demi Suatu Cita-Cita Pendidikan


Tahun 2009, merupakan kisah yang tidak pernah saya lupa dalam perjalanan saya menempuh pendidikan di jazirah tanah perantauan kota daeng, Makassar, Sulawesi selatan. Tahun yang saya diingatkan dengan bertahan hidup dengan uang Rp1000 rupiah dalam sebulan. 

Hanya air mata, yang bercucuran di mata saya, setiap kali saya mengingat krisis ekonomi yang pernah melanda saya tersebut. itu bukan karena kesengajaan, tapi faktor ekonomi keluarga kami yang tidak seberuntung orang-orang lain.


Bagi saya itu, adalah takdir saya. Namun bukan berarti, takdir terlahir dari orang tua yang tidak mampu, membuat saya patah semangat untuk sebuah cita-cita saya, belajar dan mengenyam pendidikan tinggi seperti juga anak-anak lainnya. Sehingga demi suatu cita-cita, saya membudakkan diri saya, dengan jalan apapun untuk tetap bisa sekolah, tanpa logika, yang akan menghanyutkan saya jika harus berjibaku dengan kondisi orang tua. 

Sebab saya percaya bahwa Tuhan tidak pernah berlogika dengan manusia dalam setiap kehendak-Nya. Apalagi "menuntut Ilmu adalah perintah-Nya"


Kala itu, saya yang masih hidup tergantung sama kondisi orang tua saya, dan belum mampu hidup mandiri seperti sekarang ini. Sehingga setiap bulan saya masih  mendapat dan mengharap kiriman uang dari kedua orang tua saya, Dan setiap pengalaman pahit selama diperantauan, harus saya terima, terlebih saat saya memutuskan keluar dari kampung merantau ke daerah lain untuk menimba ilmu. 

Apalagi daerah saya sangat terpencil, yang jauh dari kemajuan teknologi dan jauh juga dari dunia perbankan. Sehingga pengiriman uang dari Orang tua di kampung hanya bisa dilakukan dari tangan ke tangan hingga ke kota Makassar, tempat saya mencari ilmu. 

Jadi kalau tidak ada tetangga yang turun berbelanja ke kota Makassar, atau menjenguk anak-anak tetangga yang juga kuliah di kota Makassar, maka kiriman orang tua juga tak kunjung datang. Bisa sebulan, dua bulan, hingga tiga bulan.....sungguh miris kehidupan saya kala itu, sulit saya bayangkan dan bandingkan dengan kemajuan teknologi saat ini.
  
Jadi masalah krisis keuangan, selalu saya alami semasa kuliah di kota Makassar. Apalagi, ayahku bukan pejabat public tersohor, bukan PNS yang memiliki pendapatan yang tetap. Tetapi mereka hanyalah pekerja serabutan sebagai nelayan atau petani di kampung dengan pendapatan seadanya. Terik matahari mereka tadah sepanjang hari, dinginnya air hujan tidak mematahkan semangat mereka, dan tingginya gelombang laut yang ganas, sekan menjadi keseharian ayahku mencari uang, hanya untuk menyekolahkan anaknya, yang mereka sangat cintai.

 Saya sangat merasakan penderitaan mereka, meski setiap saya meminta uang, terdengar tawa dan senyum bahagia, Itulah orang tua yang baik. Orang tua yang pandai menyembunyikan keletihan mereka, orang tua yang pandai menyimpan sakitnya badan mereka dalam mencari uang. Tapi sebagai seorang anak yang sangat memahami orang tua, dan kondisi mereka yang juga sudah tua, membuat saya berpikir untuk meminta uang kepada mereka. 

Toh badan mereka sudah tua, tenaga mereka juga sudah mulai menurun. Sementara postur tubuh saya sudah lebih tinggi dari mereka, dan fisik saya sudah jauh lebih kuat dari mereka. Malu….meminta, sama orang tua.

Tapi karena kemurahan hati orang tua, mereka adalah orang yang pertama yang sangat mengerti dengan keinginan-keinginan kita sebagai anaknya. Meski kita tidak menyatakannya. Hati mereka sangat mulia dan mengerti dengan kondisi anak-anaknya. Karena itu, kita sebagai anak yang sudah beranjak dewasa juga harus mengerti dengan kondisi mereka yang siang malam banting tulang, meski letihnya mereka mencari uang tidak dinyatakan dan disembunyikan.

Hal itulah yang membuat saya harus gigih dan semangat belajar, dan berusaha mencari pekerjaan sampingan saat kuliah. Meski begitu, Saya sangat bersyukur sekali kalau ayahku mengirimkan uang 300 ribu per bulan. Dengan pendapatan orang tua 600 ribu per bulan dari hasil panen kebun dan melaut. Kecintaan orang tua saya untuk sekolah, doa-doa mereka. Membuat saya semakin semangat belajar dan fokus di tanah perantauan.

Kalau uang 300 ribu sudah habis, dan belum ada kiriman. Itulah nasib saya. Tidak perlu saya mengeluh dan meminta. Solusinya, jika uang tiada di kantong baju, untuk membeli lauk di warung. Sayur kangkung yang tumbuh liar di selokan dan rawa-rawa sekitar kos-kosan saya seakan menjadi penyambung kehidupan untuk setiap harinya, hingga ada rezeki ataupun kiriman dari orang tua, yang tidak tau kapan datangnya. 

Setiap pagi, kangkung di rawa-rawa dekat tempat tinggalku, saya petik dan dijadikan sayur bening. Lidahku yang sejak dari kampung yang terbiasa dengan rempah-rempah sederhana, membuat sayur kangkung dengan modal garam dan sedikit vetsin sudah terasa seperti Ayam goreng yang renyah. Sehingga tidak ada sedih sedikitpun dalam hati kala itu.  Sementara itu Ikan garam yang sudah berbulan-bulan di dalam dos dari kiriman orang tua sekan menjadi harta berharga didalam kamar saya.

Selain itu, di beranda tempat tinggal saya, tumbuh sebatang pohon daun kelor yang subur. Karena mendapat asupan nutrisi dari pembuangan WC. Daunnya yang hijau dan subur, sekan menjadi berkah bagi saya untuk menyambung hidup di kota tersebut. Sayur daun kelor, merupakan sayur favorit saya di kampung. Jika anda memberikan saya pilihan antara sayur daun kelor, kangkung, bayam, buncis, sawi, jantung pisang, dll maka saya akan memilih sayur daun kelor. Apalagi,  di kota Makassar, khususnya di kompleks tempat saya tinggal banyak pohon kelor. 

Sementara warga setempat tidak mengkonsumsinya. Sehingga lumrah bagi saya, selalu meminta daun kelor milik tetangga yang saya sudah anggap sebagai keluarga. Terkadang saya barter ikan garam dengan daun kelor milik tetangga. Sebagai bentuk upaya menjalin hubungan silaturahim yang baik dengan tetangga. Toh, mereka juga tidak mengkonsumsi daun kelor. 

Mereka belum terbiasa dengan sayur tersebut. Banyak orang mengatakan sayur daun kelor pahit, padahal sebenarnya, itu karena mereka belum tau cara memasaknya. Jadi stok daun kelor menjadi berkah dari Allah untuk saya, dipertemukan dilingkungan yanfg mendukung saya untuk bisa hidup dinegeri orang. Sungguh itu, karunia Allah SWT untuk saya.

“dari kampong, niat saya merantau ke makasar, hanya satu yaitu belajar”

Saya niatkan belajar, memenuhi perintah Allah. Alhamdulillah, meski dengan uang kiriman 300 ribu rupiah perbulan untuk biaya (kos, listrik, makanan dan urusan kampus (namun karena uang tersebut dari hasil jerih payah yang halal, uang 300 ribu itu sangat barokah, dan segala keperluan hidup saya dicukup-cukupkan oleh Allah SWT. Meski tragedy 1000 rupiah lumrah melanda melanda saya, dan membuat saya menangis sendiri, tersedu…sedu dalam kamar. 

Menangis bukan karena saya menyesali hidup, atau tidak menyukuri nikmatNya. Tetapi sebagai rasa penyesalan atas kemanjaan saya selama hidup dikampung, yang tidak pernah merasakan penderitaan yang saya alami kala itu.
Kalau di kampung, tak ada makanan di rumah, saya bisa ke rumah tante cari makan, atau ke rumah nenek. Tapi di Makassar, saya seorang diri. 1000….menjadi penyambung kehidupan yang sangat berarti.

Untungnya saat krisis 1000 itu datang, saya berada dalam posisi yang masih terbilang aman, karena masih memiliki stok beras, Kala itu, masih ada beras setengah karung. 

Saya terbiasa membeli dan menyetok makanan beras, sebab di kampung kami menyetok makanan seperti beras adalah hal penting. Sebab tidak setiap hari kita bisa membeli makanan beras. Kalau ombak tinggi, maka kapal-kapal dari seberang yang mengangkut beras tidak bisa membawa makanan. 

Jadi kebiasaan menyetok makanan seperti membeli beras 25kg atau 30 Kg itu sudah menjadi tradisi di rumah untuk menjaga kelaparan. Menjaga kelangkaan pangan. Kebiasaan itu pun selalu diajarkan ibu saya, agar tidak selalu menyiapkan makan, sehingga tatkala gak ada uang, masih ada yang bisa dimakan. 

Alhamdulillah dengan sisa beras itulah yang saya makan dengan gula pasir atau garam sebagai lauknya. Awalnya saya terharu, menetes air mata dipipiku, namun itulah takdir, demi suatu cita cita. 

Kisah yang selalu membekas, kisah dimana ada orang-orang yang membantu saya dikala saya kekurangan, yang dating tiba-tiba tanpa saya menceritakan kondisi saya kepada tetangga kos saya. Mungkin itulah yang dinamakan perpanjangan tuhan. 

Tatkala kita belajar merantau dinegeri orang karena Allah SWT, maka Ialah yang akan melengkapi kebutuhan hidup kita di tanah perantauan. Dengan syukur dan sabar sebagai modal utama, yang menjadikan setiap rizki yang kita terima menjadi barokah.

Tapi lagi-lagi ini adalah rencana Allah SWT.
Yang mempertemukan saya dengan Makassar. Kota yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk kuliah di kota daeng tersebut. Sejak SMA ketika ayah saya menawarkan tempat belajar Antara bau-bau, Kendari, Makassar dan bali. Maka saya memilih tempat yang paling jauh. Yaitu bali. Namun lagi-lagi Tuhan menjodohkan jalan pendidikan saya dengan Kota Makassar.

Namun saya sangat bersyukur mengenyam pendidikan di Kota Makassar. Kota yang sosialismenya cukup tinggi, rasa kekeluargaannya cukup tinggi, rasa tolong menolongnya juga sangat tinggi, dan teman-teman baik dari suku bugis dari berbagai daerah-daerah yang sedikit banyaknya telah banyak menolong saya selama kuliah. Baik dari segi materi maupun non materi. Merasa sebagai keluarga sendiri.

Saya banyak belajar makna hidup di kota daeng tersebut, hingga akhirnya saya menjadi lebih tangguh menghadapi hidup ini.Memang benar pepatah orang bijak bahwa 

“Pelaut yang ulung selalu lahir dari lautan yang ganas” 

Dan kebanyakan orang yang berhasil adalah mereka yang mampu mengalahkan “kelemahan mereka” dengan semangat hidup dan kerja keras yang tinggi.


Popular posts from this blog

Tempat Mengurus Surat Keterangan Sehat Jasmani di Kota Makassar

Makassar (14/01/2019)—Ada banyak tempat mengurus surat keterangan sehat Jasmani di Kota Makassar. Namun, pada hari ini, saya memilih untuk mengurusnya di BBLK, Dinas Kesehatan Kota Makassar. Photo credit: La Nane (dokumentasi pribadi) Saya memilih di sini, karena pelayanannya cukup baik dan super cepat.  Itu pengalaman saya, kemarin saat mengurus Surat Keterangan Bebas Narkoba untuk kelengkapan berkas CPNS. Photo credit: La Nane (dokumentasi pribadi) Baca Juga: Mengurus Surat Keterangan Bebas Narkoba di Makassar. Saking cepatnya, untuk pengurusan surat keterangan sehat jasmani, hanya memakan waktu 10 menit saja. Tanpa perlu antri yang cukup lama seperti di Rumah Sakit Umum yang super antri panjang. Selain itu, pegawainya cukup cekatan dan ramah-ramah. Dari bagian depan, saat saya pertama datang. Saya ditanya sama pegawai bagian depan "Mau urus apa Mas?" "Oh, Urus Surat Keterangan Sehat Jasmani Pak" Jawabku. Petugas bagian depan lang

Cara Menggunakan ATM 77 Bank di Jepang

Penulis menyadari bahwa anda merupakan pengguna ATM pemula di Jepang, sehingga anda mencari informasi mengenai penggunaan ATM ini. Sebelum saya menjelaskan cara penggunaan ATM Bank 77, saya ingin mengatakan terimakasih, karena saya bisa membantu anda dalam menjelaskan cara menggunakan ATM. “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang memberi manfaat kepada sesamanya.”     – HR. Thabrani Sobat sekalian, perlu anda ketahui bahwa semua ATM Bank 77 yang ada di Jepang menggunakan bahasa Jepang alias “Nihonggo”. Karena itu sebelum anda mencoba menggunakan ATM yang anda miliki tersebut, Anda perlu menghafal huruf kanji di bawah ini. お預け入れ   :  Deposit (Memasukkan Uang) お引き出し   :  Withdrawal (Penarikan Uang) お振込み :  Transfer ke Rekening Lain お振り替え :  Transfer ke rekening lain milik sendiri (jika punya 2 rekening) 通長記入 :  Pencatatan di Buku Rekening (Mencetak Buku Rekening) 残高照会 :  Sisa uang (Mengecek Saldo) Semua tombol-tombol di atas

Cara Mengaktifkan LINE Pay di Jepang

LINE Pay adalah uang elektronik dari LINE chatting khusus untuk kamu yang tinggal di Jepang saja. Kegunaan LINE Pay hampir mirip dengan kartu kredit, karena bisa digunakan untuk berbelanja di Family Mart, LAWSON, 7Eleven, SEIYU dan semua toko yang menerima pembayaran elektronik dengan logo JCB. Bedanya kartu kredit dengan LINE Pay; kalau kartu kredit tagihan pembelian akan tertarik melalui akun rekening bank pemilik, sementara LINE Pay akan langsung mengurangi isi saldo. Jadi pastikan saldo LINE pay cukup sebelum membeli sesuatu. Lalu bagaimana cara mengaktifkan LINE Pay. 1. Masuk ke aplikasi LINE Chatting 2. Tekan ..... Lalu masuk/tekan menu LINE Pay  3. Jika anda sudah memiliki akun LINE pay,  Maka akan muncul sisa saldo uang elektronik anda. Namun  jika anda belum memiliki akun LINE pay, anda bisa mendaftar terlebih dahulu. Caranya tekan add Money, lalu pilih LAWSON Deposit 4. Setelah anda masuk ke LAWSON deposit, Klik link "Apply for a LINE deposit". S