Mengejar, tidak sama halnya dengan berlari. Mengejar berarti “ada”
yang di kejar. Ada sesuatu yang membuat kita ingin berkejar-kejaran. Sejatinya, untuk mendapati apa yang dikejar maka pengejar harus lebih
kuat spiritnya, kuat fisiknya, tabah hatinya, dan sabar mendapati apa yang
dikejar. Kalau kita sebagai pengejar mudah putus asa lalu berhenti, maka mimpi
yang terus berlari akan semakin jauh meninggalkan kita. Tapi jika anda terus
bersabar berlari, mengejar mimpi anda, konsisten dalam segala ujian, dimana
terkadang jalan yang anda lalui penuh duri, yakinlah dimana ada waktunya Allah SWT
akan menguatkan anda, dan mimpi yang berlari akan ditundukkan oleh-Nya untuk
anda. Karena anda berhak mendapatkannya. Apalah lagi, anda sudah jauh berlari
meninggalkan orang-orang yang punya keinginan yang sama. Itulah saat dimana
anda telah memaksimalkan segala kemampuan, dan melewati ujian-ujian-Nya dengan
cara anda sendiri. Dan dikala itu, andalah sendiri yang akan merasakan
manisnya, dan melupakan pahitnya penderitaan perjalanan yang anda lalui selama
berkejar kejaran.
Sepintas bahasa filosofis tersebut diatas, juga telah menggambarkan
pengalaman hidup saya. Terlahir di negeri yang sangat terpencil, membuat saya
harus memacu semangat saya, mengasah pedang saya, melawan kondisi, yang tidak
berpihak pada takdir yang saya terima.
Saya juga terlahir dari sepasang orang tua yang tidak bisa membaca. Dan Itu
adalah takdir saya. Status tersebut tidak bisa saya rubah hingga saat ini. Namun jika saya bisa membaca,
menulis dan sekolah tinggi itu adalah pilihan hidup saya.
Tahun 1997 merupakan awal saya mengenyam pendidikan di sekolah dasar,
SD Negeri Inpres 1 Nggele, Maluku Utara. Usia saya kala itu sekitar 6 tahun
lebih. Lebihnya, saya kurang tahu. Karena saya lahir tanpa tanggal lahir. Kalau
toh ada tanggal lahir saya di ijazah saat ini, maka itu hanyalah formalitas.
Manalah mungkin orang tua saya mampu menuliskan tanggal lahir saya, sedang
mereka tidak bisa menulis dan membaca.
Lalau siapa yang mengajari saya membaca ?
Semua orang-orang disekitar saya adalah guru saya, saya cukup
membawa pensil dan buku ketempat saya bersamain. Semasa kecil saya suka bermain
angka dan huruf. Bermain tebak-tebakan namanya. Ini huruf apa..ini angka apa,
dll. Bagi saya mainan motor-motor remot, pesawat ulang aling yang canggih pada
zaman saya merupakan mainan yang sudah membosankan. Pasalnya sejak kecil,
sebagai anak bungsu dan satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga saya, sudah
dimanjakan dengan mainan-mainan seperti itu.
Sehingga bermain angka dan huruf, beremain wayang adalah maianan
masa SD yang selalu teringat dimemori saya hingga saat ini. Bagi saya semua
tempat adalah tempat belajar. Sementara jika malam tiba, saya disuruh oleh ibu
saya untuk menyempatkan bermain ke rumah ibu guru saya untuk belajar. Disanalah saya juga banyak belajar menulis dan membaca. Dan mendapatkan
buku-buku bacaan. Sejak kecil kegemaran saya membaca sudah terasah dengan baik,
saya juga senang mengumpulkan buku-buku. Adapun buku yang gemar saya baca
adalah buku-buku Sejarah dan bahasa Indonesia.
“Membaca
merupakan kunci segala ilmu pengetahuan, Dengan modal membaca, sgalalanya mudah
kita pahami”
Dengan modal membaca, saya bisa belajar menyerap
intisari dari bacaan, sehingga dengan mudah saya menerima segala informasi
pengetahuan yang dating dari bacaan saya. Saya membaca, lalu sering
menceritakan apa yang saya baca. Sejarah perlawanan gowa, sejarah PKI,
merupakan bacaan yang sudah saya baca sejak SD. Dan tersimpan di dalam kepala.
Modal membaca, dan belajar yang giat mengantarkan saya menjadi
pelajar yang berprestasi. Saya selalu memilih untuk mejadi pemenang diurutan no 1.
Karena angka 1 itu adalah pilihan, maka setiap pilihan ada konsekuensinya.
Tentu untuk mendapatkan angka 1 di buku rapor, konsekuensinya adalah harus
belajar lebih giat, melampaui teman-teman lainnya.
Alhamdulillah setiap mimpi saya selalu dikabulkan oleh-Nya melalui usaha dan kerja keras saya.
Tuhan bersama orang-orang yang sabar dalam usahanya. Dan setiap usaha pasti
punya hasil. Jika hasilnya adalah hanya sekadar kegagalan, maka itu adalah "pengalaman belajar" yang bagi saya sangat setuju jika dikatakan bahwa kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda,
dan jika hasilnya adalah sukses maka itulah yang dicari.
Usaha demi usaha terus berjalan seperti air yang mengalir begitu
saja, ada banyak kebiasaan yang dahulu sangat berat saya lakukan, namum karena
saya paksa, lama-lama menjadi biasa hingga akhirnya menjadi kebiasaan. Mengatur
waktu untuk belajar, dengan kjonsisten merupakan pekerjaan yang amat berat-
namun jika kita konsisten menjalankannya Insya allah, selalu ada jalannya.
Alhamdulillah, berkat usaha dan doa-doa orang tua yang diijabah
oleh-Nya, sekarang ini, saya sedang belajar dinegeri yang pendidikannya jauh
lebih baik dari ngeri tempat saya belajar sebelumnya. Semoga sekelumit cerita
saya, menginspirasi kalian semua.
“Kalau
orang tua saya tidak bisa membaca dan menulis itu adalah takdir saya. Namun
jika saya mati dalam keadaan mampu membaca dan menulis, maka itu adalah pilihan hidup saya”.
Comments
Post a Comment