Unity in diversity itulah indonesia.
Tulisan ini, tidak dimaksudkan sebagai bentuk rasisme kedaerahan. Tapi ingin meluruskan konsep nasionalisme kaum intelektual dalam bernusantara, yang pada intinya kita akan diperhubungkan dengan sebuah alat komunikasi yang disebut bahasa. Untuk bersama-sama membangun masa depan INDONESIA.
Setiap daerah di nusantara, memiliki ciri khas dialek, yang telah melekat sejak lahir. Dan dialek ini, sangat sulit untuk dirubah, dan sejatinya dialek menjadi khasanah kekayaan warisan nenek moyang yang perlu kita jaga eksistensinya secara bersama-sama.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, Akibat dominansi media TV yang berpusat di jazirah Tanah Nusa (Jawa), sudah banyak generasi muda yang kehilangan wawasan kebangsaannya. Akibatnya kaum ini cenderung mendiskriminasi dialek bahasa suatu kelompok yang bahasanya dianggap berbeda dari bahasanya, sehingga tak jarang dialek bahasa kelompok lain hanya dijadikan perolok-olokan. Bukankah ini suatu diskriminasi bahasa yang jika penyakit ini terus dibiarkan akan menimbulkan ketersinggungan, dan bangsa kita akan mudah diperpecahkan oleh bangsa lain. Karena merasa tidak dianggap sebagai bagiannya
Anehnya media pun ikut-ikutan mendiskriminasi dialek yang lain seperti Papua, Ambon, Mataram, NTT, dll. Seakan logat kaum ini, dianggap bukan bahasa indonesia. Orang timur (indonesia bagian timur) yang terbiasa, dengan speed cepat, akan merasa susah berbicara dengan orang yang speednya juga lambat. Sama halnya dengan orang barat (indonesia bagian barat), yang speednya terkesan melow dan lebut, akan sulit menyerap apa yang disampaikan oleh orang timur. Berarti satu sama...dong!! Hehehehe..
Bukankah perbedaan ini, justru membuat kita indah dan beraneka ragam...!!
Apa yang salah ?.
Apa yang salah ?.
Dalam Undangg-Undang Dasar negara kita, tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan suatu aturan bahwa ada suatu logat atau dialek yang baku dan disepakati secara bersama-sama. Bahwa dialek Javanese yang terkesan melow dan lembut adalah dialek Bahasa Indonesia.
yang ada adalah Kita punya satu bahasa persatuan yang sama yaitu Bahasa INDONESIA Namun dialeknya berbeda-beda.
"Niat Baik, tidak ditentukan oleh dialek. Tapi hati yang menentukan."
Selembut-lembutnya perkataan tapi kalau niatnya buruk, maka tidak lebih baik dari sekasar-kasarnya dialek yang niatnya baik".
Saya justru sangat senang ketika kita beragam, Karena keberagaman kita baik dalam bahasa maupun budaya, membuat bangsa kita hidup lebih berwarna, Saya sedikit banyaknya, suka berkecimpung dengan kegiatan berskala nasional, dimana saya sering bertemu dengan orang-orang dari berbagai daerah yang logatnya pun juga berbeda beda. Pertemuan-pertemuan itu, menyadarkan kalau kita indonesia memiliki satu bahasa yaitu "Bahasa Indonesia" namun dalam "Dialek yang berbeda-beda".
"Seringkali dalam hatiku, tersirat kata kagum..OH.... Indonesiaku, Engkau sungguh Indah dan berwarna".
Namun sayangnya dalam kesempatan yang minoritas, jika saya bertandang ke Jazirah Nusa, negeri Indonesia bagian barat (Nusa=Jawa). Seringkali dialek timur dianggap aneh, dan menjadi lelucon kaum mayoritas. Lalu apa yang lucu ...?
Dalam hati,
Kita orang timur memang tulus. dan Ikhlas.
Fasilitas pendidikan kami tidak semaju di Indonesia bagian barat, tapi kenapa kami yang dipaksa untuk maju.
Sumberdaya Alam kami juga dikuras demi untuk membangun Ibukota. kami juga ikhlas.
Karena itu, kami hanya berharap dialek kami, mari kita jaga bersama-sama sebagai warisan nenek moyang kita. Jangan menghina bangsa sendiri, sebab menertawakan dialek orang timur, sama halnya menghinan bahasa Indonesia.
Sumberdaya Alam kami juga dikuras demi untuk membangun Ibukota. kami juga ikhlas.
Karena itu, kami hanya berharap dialek kami, mari kita jaga bersama-sama sebagai warisan nenek moyang kita. Jangan menghina bangsa sendiri, sebab menertawakan dialek orang timur, sama halnya menghinan bahasa Indonesia.
Kami juga sebagai orang timur masih senang bergabung dan memikirkan masa depan Indonesia.
Setelah Kerajaan kerajaan Kami yang ada diwilayah timur (Kerajaan Buton, Kerajaan Gowa, Kerajaan Ternate, dan beberapa kerajaan lainnya) dilebur menjadi "INDONESIA". Kami juga ikhlas.
Bukan membentuk negara-dalam negara, dengan mengaktifkan raja-raja dan sultan kami lagi.
Lalu siapa siapa yang menjadi pengecutnya...?
Saya sebagai penulis
sangat menyayangkan, kemerosotan wawasan kenusantaraan dan kebangsaan yang menjadikan Orang timur dilabeli dengan stereotip orang kasar, dan jahat. Sementara stereotip yang baik baik seakan hanya diperuntukan untuk Javenese. Ini namanya kemerosostan wawasan kebangsaaan. Pelajaran PPKN mungkin tidak lagi diajarkan di bangku sekolah dasar, tapi wawasan kebangsaan harus menjadi fondasi setiap anak bangsa di nusantara
sangat menyayangkan, kemerosotan wawasan kenusantaraan dan kebangsaan yang menjadikan Orang timur dilabeli dengan stereotip orang kasar, dan jahat. Sementara stereotip yang baik baik seakan hanya diperuntukan untuk Javenese. Ini namanya kemerosostan wawasan kebangsaaan. Pelajaran PPKN mungkin tidak lagi diajarkan di bangku sekolah dasar, tapi wawasan kebangsaan harus menjadi fondasi setiap anak bangsa di nusantara