Setelah dewasa, saya sudah lupa sejak kapan saya belajar
bangun subuh. Bangun pukul 03.00 a.m. merupakan tradisi orang-orang di rumahku
sendiri. Ibuku biasanya bangun subuh untuk memasak, Ayahku bangun subuh, untuk
menyiapkan perkakas ke kebun, mengasah parang, menyiapkan keranjang dan
lain-lain. Sementara saya bangun subuh, hanya untuk menonton TV. Kalau
ketiduran biasanya Ibuku membangunkan saya. “Nane….Bangun, film setan-setan
sudah main” kata ibuku. Saya pun langsung bangun tanpa basa basi cuci muka dll
dan langsung menghidupakn TV tabung tahun 1990-an di ruangan belakang rumah.
Maklum Nane-kecil adalah seonngok pribadi yang suka menonton film horor atau setan-setan.
Makanya jangan heran kalau mukanya juga menakutkan. Whahahah!! #krik...krik... bercanda!
Saya merasa tidak sadar, kalau kebiasaan orang tua, melekat
hingga saya dewasa. Keindahan bangun subuh adalah ketika mendengarkan alunan
ayam berkokok yang sahut menyahut, dari seluruh penjuru arah, barat, timur
selatan dan barat, yang tak lama disusul dengan lantunan Ayat-ayat suci
Al-Qur'an dari Masjid sebelah rumahku. Nyanyian itu, sekan menjadi hiburan,
anak kampung pada subuh dini hari. Suatu kondisi kampung yang selalu membuat kita
rindu, kampung halaman.
Setelah beranjak besar, saya sangat menyukai keindahan,
seni terutama bercocok tanam—mengikuti profesi orang tuaku yang kesehariannya bersentukan dengan kebun. Awalnya dari menanam tanam-tanaman buah di pekarangan
rumah. Dan, tanaman yang paling saya sukai adalah pepaya. Tanaman tropis seperti pepaya,
pertumbuhannya sangat cepat, setiap pagi saya rajin menyiraminya dengan sisa-sisa air bilasan cucian piring. Tak heran kalau tanamannya subur, dan berbuah besar-besar. Saya suka mengkonsumsi buah pepaya, karena manisnya pas sekali seperti istriku. No..no....!
Keuntungan dari bertanam buah pepaya di pekaragan yang saya alami adalah ternyata setiap minggu buahnya tali-menali bergantian matang. Sehingga setiap minggu saya bisa makan papaya matang.
Keuntungan dari bertanam buah pepaya di pekaragan yang saya alami adalah ternyata setiap minggu buahnya tali-menali bergantian matang. Sehingga setiap minggu saya bisa makan papaya matang.
Setelah SMP saya sangat menyukai seni menanam bunga,
sehingga sampai pekarangan depan rumah saya penuh dengan bunga, mulai dari
bunga kertas, kaktus, kembang sepatu, dan berbagai jenis bunga yang saya lupa
namanya. Dunia bunga membuat saya tertarik belajar biologi tanaman, saya
menyukai, seni-seni mencangkok dan mengokulasi bunga kertas. Jadi sehingga ada beberap pot diantara koleksi bunga saya yang dalam satu pohon memilikii 3 atau 4 bunga yang berbeda-beda.
Namun hidup memang seperti roda yang berputar ketika diayun. Lama-kelamaan seni bunga mulai saya lupakan, dengan
aktifitas lain. Akibatnya bunga yang elok-elok mulai tampak layu. Sementara
orang dirumahku, tidak menyukai tanaman bunga yang tidak menghasilkan buah
untuk dimakan. Akhirnya, karena sang pemilik bunga sudah tidak merawatnya,
pekarangan jadi hutan belantara, karena tak terurus. Akhirnya ayah dan ibuku menebang semua bunga-bunga
itu, lalu ditanam dengan tanaman buah-buahan.
Lalu sang pemilik bunga kemana?
Pemilik bunga telah memulai seni babak baru. Memulai
merangkai seni beretorika, bercinta dengan seorang bunga Desa. Dari anak kamar
menjadi anak jalanan. Preman kampung—lajang tanpa henti. Cinta tiada diterima. Aduh malang....nasibku kala itu.
Tapi bukan jadi preman, tapi menjadi orang yang berakting
dewasa.
Istilahnya, Wakuncar. Wakuncar, jaman doloe, edisi saya kala itu, tidak semoderen saat ini. Tanpa handphone, facebook, twitter, atau sejenisnya. Karena kehidupan kala itu, jauh dari
dunia teknologi seperti sekarang ini. Wakuncar juga, cukup tarik sebatang besi
karatan, sepeda, buat jalan sama teman-teman yang lebih dulu punya si doi. Aku
ikut-ikut saja….!
Tapi disinilah indahnya, dunia persahabatan. Belajar saling membantu sama lain. Pergi bersama-sama ke
kampung seberang untuk mencari gadis desa. Dan teman yang tak punya sepeda dibonceng dibelakang dengan berdiri. Segudang cerita ini, tidak ada habisnya kalau disambung.
….hanya ada satu kata yang bisa melukiskan keindahannya, kalau persahabatan
anak kampung di kepulauan Wakatobi, memang sangat indah untuk dijalanai dan berkesan sekali. Seindah surga bawah lautnya yang mendunia.
dampak dari dunia puberitas ini, membuat prestasi saya anjlok,
lebih lagi saat saya harus berdikari sendiri di rumah yang baru dibangun. Karena orang tua saya mengunjungi saudariku yang telah lama menetap di Jazirah Negeri cengkeh—di Pulau Taliabu, Maluku Utara. Acara belajar,
sudah jauh dari kebiasaan dan jadwal harian. Jam belajar saya ganti dengan dunia
persahabatan, dunia diskusi, yang tidak penting-penting. Prestasi belajar dari
ranking 1 semasa SD anjlok bertahan di posisi 4 dan 5. Dunia belajar sudah saya
tinggalkan, dengan dunia persahabatan, Dunia, yang membuat saya banyak belajar
tentang lingkungan sosial saya, dan belajar mencari jati diri dari seorang kutu
buku. Meski hanya sekedar cerita tentang kegiatan-kegiatan tangkap ikan, dan
cerita-cerita cewek cantik di kampung seberang……#krik.....krik...
Lama-kelamaaan dari cerita, saya pun penasaran dengan
namanya Bunga desa. Maksud saya pengen juga punya gebetan si Doi, dari kampung seberang. Budaya gengsi juga ada, masa
tiap pulang sekolah, mereka bisa pulang sama gebetannya, lari-lari dijalan,
jalan pulang sambil cerita. Sementara aku yang disini, berjalan sendiri,
merasakan teriknya matahari panas—malah lebih terasa panasnya. Seakan terik matahari berada di atas kepala.
Sementara mereka yang bercengkrama sepanjang jalan, terik matahari dilalui
begitu saja, tanpa terasa. Rasa cemburu pun mulai hadir….! Hohoho. Hari demi
hari, bunga desa menghantui. Bangun subuh, belajar sudah tidak efektif lagi. Ada TV imajinasi yang berputar dipikiran saya tentang gadis desa yang kutemu pagi sebelum
pulang. Amboi...! Siapa gadis itu? Perasaan mulai menggebu, senyumnya, sekan memberi keindahan dan
menetramkan hati…Preeet!
Tapi itulah, jatuh cinta coy…!! Anda juga mungkin pernah
merasakannya. Bukan? Laut akan kuarungi, gunung pun akan kudaki, andaikata
engkau mempersyaratkannya, demi untuk mendapatkan cintamu. #Guru spirit….!
Namun perjalan setiap orang, tidak semulus apa yang orang
hadapi dan alami. Setiap orang mengalaminya dengan caranya sendiri dan berbeda satu sama lainnya. Orang yang terbiasa bercerita atau mengobrol, dengan wanita itu adalah hal yang
lumrah. Namun bagi pemula, keringat dingin bercucur dibadan. Itulah Nane-kecil.
Hahahaha…..
Tapi, aku juga manusia super. Tidak takut mengatakannya.
Mengatakan sesuatu. Secara to do point, tanpa perlu basa basi. Sekali ketemu
sama cewe, saya katakan. “apa kamu punya pacar”. Saya suka sama kamu. Maukah kamu pacaran sama saya. Cewenya jadi bingung. Dan jawabannya langsung NO……!! Huhuhu….perang
dunia...dunia. Aku tertembak...Aku berdarah...#lebay.... Hmmm...Hatiku marah dan meronta. Siapa gadis ini, kok bisa meloak lamaranku ?
Airmataku mengalir deras, mengalahkan derasnya gelombang
tsunami di Aceh. Malu……!! Sebab itulah Nane-kecil, merasa sombong. Merasa apa
saja, bisa dipenuhi. Seperi Ayah dan ibuku yang selalu menuruti kemaunku. Karena Aku anak bungsu dan satu-satu anak laki-laki. Jadi apapun yang saya mau, Ibu atau ayahku pasti melakukannya untukku. Tapi tidak dengan cinta. Tidak mudah untuk diterima. Seperti meminta apa yang kita mau
pada orang tua sendiri. #Mengerti artinya hak orang lain.
Nane kecil, kembali mengambil arah haluan kiri, memulai
mengemudi kapal dengan berbalik arah. Dunia bunga desa, tidak membuat saya
bahagia. Aktivitas malam mulai saya hentikan, aktivitas wakuncar mulai saya
kunci, hingga rumah saya tutup rapat-rapat. Ingin konsen belajar…belajar
menunjukan kalau saya bisa mengalahkan bunga Desa tadi.
“bunga desa yang saya incar, orangnya pintar, Sang juara
bertahan semasa SMP” katanya. …#Menantang bukan..!
Nane-kecil berpikir, jalan meruntuhkan perasaan dia bukan
dibalas dengan mencari pacar baru. Tapi melawan meruntuhkan reputasi prestasinya.
Apalagi ini adalah ajaran baru masuk SMA, sama sama baru..“inilah semangat 45,
semangat yang membuat saya akhirnya membuat saya banyak memperoleh kemajuan
belajar, seperti saat ini”. Lalu apa yang saya persiapkan untuk menjadi sang
juara, yang pedangnya sudah tidak lebih tajam dari musuh. Otak saya terasa
beku, sudah tumpul, karena tidak pernah diasah lagi. Maka saya memulai perang dunai 3 ini dengan berbagai taktik jitu ala Tong Jin Nane:
1. Bangun subuh, tetap ditegakkan.
Semenjak
masa puberitas, dan jauh dengan orang tua. Budaya bangun subuh mulai saya
lupakan, Alih-alih saya bangun jam 5 pagi. Akibatnya banyak pekerjaan yang
membuat saya tidak bisa belajar. Banyak aktifitas bagi yang menyita waktu saya
untuk tidak belajar. Misalnya memasak. Memasak dikampung pada zaman saya, tidak
seinstan memasak di kota yang tinggal nyalakan kompor minyak, atau kompor gas,
atau lebih modern lagi dengan kompor listrik. Semua kehidupan Nane-kecil
diajarkan dengan hidup lebih manual. Menggunakan kayu bakar. Entah masak nasi,
ikan, sayur dan lain-lain. Semuanya dilakukan dengan cara tradisional. Namun
secara tidak sadar. Saya diajarkan hidup sengsara. Sebab ibuku selalu mengajarkan, bahwa kehidupan senang itu tidak perlu dipelajari. tapi kalau hidup penuh pengorbanan, itu harus dipelajari.
Itulah petuah dari orang tua saya, yang selalu saya pegang.
Memasak dengan cara tradisional
memang cukup lama. Kita umumnya menghabiskan waktu untuk menyiapkan sarapan 1-2 jam. Sehingga
tidak ada waktu lagi untuk belajar, Ketika saya bangun jam 5. Setelah
saya membudayakan bangun subuh, semua berjalan normal meski hidup sendiri. Dari
jam 3- 4.30 a.m. saya fokus belajar menyiapkan persiapan mata pelajaran untuk pagi harinya. Setelah itu, saya memasak untuk makan pagi, lalu berangkat ke sekolah
yang jaraknya 2 km dari kampung saya.
2. Jadwal belajar harus lebih banyak
Dengan
banyak belajar atau membaca, saya akan lebih mendapatkan informasi yang lebih
banyak dari teman-teman yang lain. Karena itu, saya menggunakan pola jadwal
kegiatan harian yang jelas mulai dari bangun subuh 03.00 hingga jam 10 malam.
Contoh: Jadwal Kegiatan Harian saya. #krik...krik. Kentara kalau kutu buku, lebih banyak waktu untuk belajar.
Jam
|
Kegiatan
|
03.00
- 04.30
|
Belajar
Subuh
|
04.30
- 05.00
|
Mandi/Shalat
Subuh
|
05.05
- 06.30
|
Belajar
Subuh/Masak
|
06.30
- 07.00
|
Persiapan
Ke sekolah
|
07.00
- 07.15
|
Makan
|
07.15
- 07.25
|
Cuci
Piring
|
07.25
- 07.50
|
Bersepeda
ke Kampus
|
08.00
- 10.00
|
Belajar
|
10.00
- 10.15
|
Jalan-Jalan
di taman
|
10.15
- 12.00
|
Belajar
|
12.00
- 12.30
|
Sholat
Zuhur/Jalan" di taman
|
12.40
- 02.00
|
Belajar
|
02.05
- 02.25
|
Istrahat
(minum)
|
02.25
- 03.00
|
Belajar
|
03.00
- 03.15
|
Sholat
Ashar
|
04.50
- 05.00
|
Persiapan
Pulang
|
05.00
- 05.25
|
Bersepeda
Pulang
|
05.25
- 05.35
|
Mandi
Sore
|
05.35
- 06.00
|
Masak
Malam
|
06.00
- 06.15
|
Sholat
Magrib
|
06.15
- 07.00
|
Belajar
|
07.00
- 07.15
|
Sholat
Isya
|
07.15
- 08.00
|
Belajar
|
08.00
- 08.20
|
Istrahat
(minum)
|
08.20
- 10.00
|
Belajar
|
10.00
- 02.30
|
Tidur
Malam
|
3. Koleksi Buku pelajaran harus lebih
banyak
Orang
yang memiliki banyak buku biasanya adalah teman-teman yang berkecukupan, bisa
membeli buku sendiri. Sementara saya tidak bisa membeli semua buku pelajaran. Maka
saya memanfaatkan buku-buku perpus, dengan meminjam sebanyak banyaknya, yang isinya relevan dengan materi pelajaran
yang saya terima di ruangan kelas. Dengan demikian saya bisa mengkomparasi
antara ilmu pengetahuan yang saya terima di kelas dengan yang saya baca sendiri. Saya
juga banyak mengerjakan soal-soal latihan dengan pertanyaan yang berbeda, pada
setiap buku. Kalau ada soal yang tidak bisa saya pechkan sendiri. Maka saya meminta guru-guru saya
menjelaskan cara memecahkan atau menjawab masalah tersebut. Dengan demikian
wawasan saya jauh lebih maju dibanding teman saya yang hanya punya satu referensi buku. Lalu
bagaimana kalau diperpus tidak ada? Saya
meminjam buku teman saat istrahat tiba, lalu mencatat intisari nya. Dengan
demikian, tidak ada bab pelajaran yang tertinggal satupun.
4. Intensitas Bertanya, saat mata pelajaran
berlangsung harus lebih banyak.
Inilah
metode belajar saya, saya lebih suka belajar dikelas, banyak bertanya untuk menguatkan apa yang telah saya pahami bacaan saya, termasuk menyamakan persepsi tentang suatu masalah. Namun sering kali juga saya bertanya
sekedar menguji guru saja…hehehe #Nakal...!
5. Fokus pada tujuan
Saya
menguatkan niat,bahwa saya harus meraih juara 1 di kelas, menglahkan
teman saya. Sehingga hal itu membuat saya tertantang, dan selalu focus pada
niat saya untuk meraih apa yang saya inginkan.
6. Datang ke sekolah harus lebih awal
Sudah
belajar subuh plus datang ke sekolah lebih pagi membuat pikiran saya tenang,
tidak tergesa-gesa saat memulai pelajaran di kelas. Dengan demikian saya memiliki
banyak waktu untuk mengulangi bacaan saya seblum mata pelajaran dimulai dan saya bisa menerima pelajaran dengan santai, dan menyenangkan. #That's my trick.
7. Menguatkan diri
Hal
yang paling menantang bagi kita yang baru memulai, perubahan yang terlalu curam
dari 0o menjadi 180o memang akan sangat sulit dan
memberatkan. Namun saya selalu memaksakan kehendak itu, melawan apapun yang merintangi tujuan saya. Saya menguatkan diri untuk
bertahan, bertahan tetap konsisten, bertahan pada jalur yang telah saya buat.
Alhasil dari hasil keterpaksaan tersebut menjadi kebiasaan yang hingga saat ini melekat. Kalau
saya gambarkan alur perubahan karakter kita dalam memulai hal-hal yang
baru tersebut kurang lebih seperti ini
(Terpaksa—Terbiasa—Karakter). Kalau anda melakukan ini, jangan lupa menghargai kesuksesan kerja anda setiap hari, meski hanya dengan segelas kopi susu.
Sebagai
penutup, saya sangat berbangga, dari metode yang lahir dari perasaan dendam,
membawa saya pada perubahan roda kehidupan yang berbeda. Jerih payah saya mengaktualisasikan
diri berbuah manis. Saya bisa berbangga diakhir
semester, piala silih berganti, Prestasi kelas juga tetap bertahan diangka 1.
Dan pada lain kesempatan saya berkesempatan bisa menginjakan kaki ke bumi
Jakarta untuk pertama kali, merasakan dunia baru. “bisa terbang dengan
sayap-saya burung yang bernafaskan mesin ke ibu kota” alias pesawat terbang berkat prestasi saya kala itu.
“Bagi
Nane-Kecil, yang hidup di wilayah pelosok, menginjakkan kaki di bumi Jakarta,
laksana rasanya bertemu dengan cinta saya yang sebenarnya”- La Nane
Itulah
sekelumit cerita saya, merubah tabir menjadi takdir. Dari serangkaian alur cerita hidup dan kehidupan saya di masa Abu-abu, sebab kehidupan yang sedang
kita jalani hanyalah seperti buku, yang memiliki bab-bab tersendiri dalam
setiap dimensi waktunya dan zaman.