Tanpa kita sadari, terkadang apa
yang kita cita-citakan berbeda dengan yang kita dapatkan. Dan tak jarang lebih
indah dari yang kita bayangkan. Saya sejak kecil punya cita-cita pengen jadi Polisi
yang badannya gagah, dan berotot. Dan yang demikian ini, tentu menjadi
dambaan setiap laki-laki. Belum lagi kalau berpakaian dinas yang rapi dan memiliki
senjata. Serasa satria baja hitam—siap menumpas kejahatan.
Cita-cita menjadi seorang polisi
bukan tanpa alasan. Semuanya berawal, dari sejak kecil yang terbiasa dan suka bermain
senjata. Mulai dari senjata air, peluru karet, mobil tank buatan industri masa
kini, hingga senjata dari ranting bambu buatan tempo doloe (made in local) dengan peluru dari kertas
atau dari buah tanaman pohon mangrove. Sekarang, tentu tak bisa dibayangkan
lagi, bagaimana dahulu—saya mahir mengunyah kertas. Bukan saja mengunyah kertas
baru, tapi juga kertas bekas pakai yang bertinta. Sampai-sampai mulutku berwarna hitam karena
tinta. Ado, lucumu ko nak eee…!
Namun, sejak masuk sekolah, saya
malah tertarik dengan seni menulis dan membaca. Padahal ayah dan ibuku tidak
punya hobi dengan kegiatan ini. Itulah sebabnya mereka tidak tertarik dengan sekolah atau
mengenyam pendidikan sekalipun TK atau SD. Katanya sih—karena tak ada biaya
untuk sekolah dari orang tuanya (nenek/kakek). Disisi ini,
saya banyak bersyukur karena sekalipun orang tua saya hanyalah seorang petani
yang tak bisa baca tulis hingga saat ini. Tapi keduanya—telah berhasil mendidik
saya sampai titik ini.
Thanks mom!
“Dibalik
kesuksesan seorang laki-laki ada seorang wanita hebat dibelakangnya”.
Kini,
saya bukanlah seorang polisi dan tidak lagi memiliki mipi itu sedikit pun. Saya
bahkan malah kuliah di Jurusan bukan pilihan sendiri, sekalipun pada saat tes
SBMPTN, perikanan ada pada pilihan pertama. Saya mengambil jurusan Perikanan,
karena pilihan Bang Marwan. Abangku yang satu ini, bukan keluarga, bukan pula sepupu
apalagi kakak sungguhan. Melainkan hanya senior saya di SMAN 1 Tomia, yang pada saat itu sudah kuliah di Universitas Hasanuddin. Jadi tak diragukan lagi kecerdasannya. Dan ketika
saya datang ke kota Makassar. Dialah panitia bimbel HIPMAT (Himpunan Mahasiswa
Tomia di Kota Makassar) dan bertugas membimbing kami mempersiapkan diri masuk
perguruan tinggi dan mengerjakan soal-soal SBMPTN.
Saya
pun tak pernah menyangka sama sekali kalau jurusan perikanan akan menjadi
cerita tanpa titik dalam hidupku. Walaupun benar bahwa sejak SMA saya beberapa
kali menjuarai lomba karya tulis ilmiah dan debat antar SMA se-kabupaten Wakatobi.
Hingga menjadi siswa pertama dari SMA 1 Tomia, yang menginjakkan kaki di
Jakarta dengan membawa nama SMA 1 Tomia untuk mengikuti lomba cerdas cermat
se-Indonesia kala itu. Gaya bahasaku yang cepat, memang cocok untuk lomba
kecepatan menjawab seperti cerdas cermat. Dan saya sebagai ketua juru bicara
didampingi Vita Mukhtar dan Nursahirudin.
Jurusan
Perikanan, awlanya hanyalah uji-uji trik yang tak perlu ditiru—goblok kali. Trik ini dipakai harapannya lulus di
pilihan ke-2 dan ke-3 yaitu Jurusan Sastra Inggris di Universitas Hasanuddin dan pendidikan
bahasa ingris di UNM (Universitas Negeri Makassar). Namanya pilihan lulus dari pilihan pertama ....wkwkwk. Namun, lagi-lagi takdir
memilih yang lain. Saya malah lulus di pilihan pertama. Inilah pilihan Tuhan..! Saya
sudah berusaha yang terbaik dan Tuhan yang pilihkan—mungkin terlalu baik
mengerjakan soal hingga lulus di pilihan pertama.
Intinya.
bagi kita yang beragama (Islam)—Kita selalu harus berkeyakinan bahwa segala
yang terjsdi pada kita sudah tertulis dalam buku catatan Lauhul Mahfuz. And at that time,
I believe that the god has chosen it for me
Dan
itulah yang membuat saya bertanggung jawab untuk belajar mencintai jurusan yang
sudah ada di depan mata. Apalagi ini adalah pilihan pertama. Sekalipun berat
menerima perikanan, hatiku selalu menguatkan bahwa—tidak semua orang bisa masuk
di Universitas Hasanuddin. Karena pada waktu itu, kami yang dari kampung
(Alumni SMAN 1 Tomia) kurang lebih 100 orang yang datang tes di kota Makassar. Namun
cuma tiga orang yang lulus. Satu diantaranya adalah saya. Sementara yang
lainnya yaitu Dian Megawati di fakultas farmasi dan Hasrudin Salam di Fakultas
Teknik.
Karena
kerja keras tidak pernah berbohong pada hasil.
Alhamdulillah,
Saya bisa survive dan berkompetisi dengan tteman-teman di Universitas
Hasanuddin—sekalipun sekolah saya (SMA) terpencil di wilayah kepulauan Wakatobi.
Dan
berkat prestasi yang baik selama kuliah dengan IPK jauh diatas rat-rata, saya
memperoleh Beasiswa Prestasi hingga selesai studi di Universitas Hasanuddin. Dan
mungkin juga kalau bukan karena jurusan perikan, saya tidak akan pernah menjadi
salah delegasi Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan kebudayaan untuk
mewakili indonesia mengikuti acara One Young World di Pittsburgh, USA. Pada
waktu itu saya membawa ide saya tentang hasil karya cipta tentang Mesin
Perontok Bulu Babi yang saya namai SURITECH (Sea Urchin Technology). Tentu hal
ini berkaitan dengan perikanan. Bukan?
Dan
alhamdulillah juga, saya selalu panjatkan karena atas segala pencapaian dan
kerja keras dalam belajar, dan doa orang tua setiap hari. Kini saya telah
menyelesaikan studi magister dan juga menikah dengan seorang wanita bersuku
bugis-Makassar dengan uang jerih payah sendiri. Ini tidak lain dan bukan selain
karena usaha dan apa yang Allah SWT telah tetapkan untuk saya. Dan menyempurnakan
agamaku dengan menikah muda dan juga mendapat istri yang baik. Semoga Allah SWT juga
memberkati kehidupan kalian dan kita semuanya. Amin….!