La Nane |
Bagi setiap orang tua, menuliskan kelahiran anak itu, sangat penting sekali. Apalagi, kalau masuk sekolah........Pasti....pertanyaan pertama Kepala Sekolah adalah berapa usia anak ibu ? Tanggal berapa lahir ? dll
Keterbatasan ayah dan ibuku menulis. Maka kelahiran bukanlah hal yang paling penting bagi mereka. Yang penting bagi mereka saat aku lahir adalah tangis pertama, dan tubuh yang sehat. Kebahagiaan mereka mendapatkan anak laki-laki pertama dan terakhir kalinya dalam keluarga kami, merupakan kesenangan yang mungkin mereka sangat idamkan. Tanggal lahir bukanlah hal yang penting, hingga kemudian lupa meminta bantuan tetangga untuk menuliskan tanggal lahirku.
Setelah mau masuk sekolah dasar, ternyata tanggal lahir sangat penting bagi kepala sekolah. Dengan tanggal lahir, mereka bisa menerima saya jika sudah genap umur 6 tahun.
Lalu, apa yang harus dilakukan........?
Maka digunakannlah metode perkiraan. "Waktu ibu melahirkan, apa ada tetangga ibu juga melahirkan ?" tanya kepala sekolah kala itu menurut cerita ibuku. "Tidak ada Pak" Jawab ibuku. "Kalau begitu...sulitlah bu, menentukan usia anak ibu secara pasti. kepala sekolah pun bingung tentang bagaimana cara menulis tanggal kelahiranku. Apalagi menentukan usiaku kala itu.
Namun ternyata di Indonesia, pada tahun 1990-an kita masih mengenal cara mengukur usia anak secara tradisional dengan cara melingkarkan tangan kiri ke kuping kanan di atas kepala, kalau tangannya bisa mencapai telinganya, maka usianya sudah genap 6 tahun.
Namun kalau tidak sampai maka usianya belum cukup 6 tahun. Cara ini...banyak digunakan oleh orang terdahulu, termasuk ketika Bung Hatta masuk ke sekolah dahulu di Sumatra Utara. Metode ini...pun ia lakukan saat pertama masuk sekolah. Karena metode tradisional ini dikenal secara nasional.
Akhirnya ibuku menyuruhku melingkarkan tanganganku. "Coba kamu lingkarkan tanganmu" suruh ibuku sambil membantu memegang tanganku yang sedang saya lingkakan. Dan kala itu, saya belum bisa mencapai telinga kananku. "Anak ibu belum sampai usianya 6 tahun" kata kepala sekolah. Jadi mau, tak mau.....aku tidak bisa diterima di sekolah karena usia saya belum cukup 6 tahun.
Namun ibuku, belum menyerah untuk itu,........ibuku menginginkan saya bersekolah tahun itu, "Kamu sudah harus sekolah tahun ini" tegas ibuku. Ibuku pun berusaha untuk menyekolahkan saya. Melalui kenalannya seorang guru, ibuku, pun mendekatinya, agar saya bisa tetap sekolah, walau hanya sekedar bermain saja.
Akhirnya melalui ibu guru itu, kepala sekolah pun bisa menerima saya untuk sekolah....dengan catatan.....bukan murid Asli. Tapi murid Pendengar. "Istilahnya.....saya datang kesekolah, untuk mendengarkan, laiknya murid asli dengan hak dan kewajiban yang berbeda dari murid asli lainnya. Semua guru, hanya akan menilai tingkah laku-dan kemajuan belajar saya saat mendengarkan pelajaran mereka. Kalau saya bisa mengerti, dan tidak nakal maka saya akan dipetimbangkan oleh guru-guru pengajar untuk bisa melanjutkannya. Namun jika tidak bisa ....maka saya harus dikeluarkan dan menunggu tahun ajaran berikutnya.
Pertempuran Belajar Membaca dan Menulis.
Sejak saat diterima di SD sebagai murid pendengar, saya pun meninggalkan dunia main. Karena saya harus menghabiskan waktu belajar di rumah orang lain. saya biasanya menghabiskan waktu dirumah ibu guruku. Dia yang membantu saya masuk sekolah dan dialah juga yang membantu mengajariku membaca dan menulis.
Kedekatan saya dan ibu guru itu, dijalin laiknya keluarga sendiri. Kami salin g berbagi. Setiap ayahku pulang melaut, ibuku pasti menyisihkan ikan sebelum dijual untuk ibu guruku yang suka mengajari saya di rumahnya. Karena itu, boleh dikata, saya menghabiskan waktu saya setiap harinya di rumah ibu guruku hanya untuk belajar sambil bermain dirumah ibu guru saya.
Alhasil setelah triwulan pertama, saya bisa membaca dan menulis......lagi fasih bacaan saya.....dapat kala itu, setelah pengumuman saya pun mendapat juara 3.......Akhirnya Kepala sekolah pun memutuskan untuk menerima saya belajar sebagaimana murid lainnya. Dan saat itulah tanggal lahir saya pun ditulis untuk melegalkannya. Semua administrasi diserahkan ke kepala sekolah. Entah apa yang ada di Kepala Kepala sekolah, maka Ia menyukai Tanggal 12, Bulan 5 dan 1990 sebagai tanggal kelahiranku. Angka itulah yang kemudian jadi tanggal lahirku...heheheh
Babak baru
Setelah semester 2, babak baru dimulai, saya diajarkan kegigihan belajar, sementara yang lain diajarkan oleh orang tua mereka, cara menulis, membaca, dan pasti...jika mereka membutuhkan bantuan ....pekerjaanya bisa dikoreksi oleh orang tuanya. Tapi tidak bagi saya......
Setiap pulang sekolah saya hanya menyetorkan angka, laporan kepada ibuku, kalau nilai saya hari ini 8, 9, atau 10. Mereka hanya tersenyum........dan menyemangati aku agar rajin lagi belajar dirumah ibu guruku....dan Alhamdulillah pada catur wulan ke 4 saya mendapat peringkat ke 2.
Pengalaman menarik dari sekolah di Nggele, Maluku utara adalah pergantian jam sekolah antara SDN Impres 1 Nggele dan SDN Impres 2 Nggele. Beda kepala sekolah, namun bangunan yang digunakan sama. Jadi kita gantian belajar......sistem rolling. Kalau SDN Impress 1 masuk pagi, maka SDN Impress2 masuk siang. lalu di roling kembali...begitu terus.......heheh, memang menarik...wkwkwk.....satu bangunan milik 2 sekolah.
Singkat cerita
Melihat perkembangan yg cukup signifikan, maka saya dipindahkan dari Maluku ke Pulau Tomia, Wakatobi, Sulawesi Tenggra ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,dan disinilah saya memulai Babak baru atmosfer pendidikan..............